Kamis, 23 Oktober 2014

Kasus Balibo, Jangan Salahkan Kopassus

Kasus Balibo, Jangan Salahkan KopassusTerbunuhnya lima wartawan Australia di Kota Balibo, Timor Timur, telah mengganggu hubungan dua negara serta mencoreng nama tentara Indonesia yang dikirim ke tempat konflik itu.

Pihak Indonesia mengatakan kelima wartawan dari Australia, Inggris dan Selandia Baru itu tewas setelah terjebak dalam pertempuran dua kubu yang bertikai di Bumi Loro Sae tersebut.

Namun tahun 2007, tim forensik menemukan bahwa kelimanya tewas dieksekusi, bukan tidak sengaja tertembak.

Awal pekan ini Kepolisian Federal Australia, AFP, menghentikan penyelidikan karena kekurangan bukti, memicu kekecewaan dari banyak pihak, terutama keluarga para wartawan yang terbunuh.

Mantan tentara Komando Pasukan Khusus Kolonel (Purnawirawan) Gatot Purwanto, merupakan salah satu tentara Indonesia yang bertugas di Bumi Loro Sae tersebut.

Pada tahun 2009, Gatot mengakui kepada media Australia bahwa dia adalah salah satu mantan tentara yang terlibat dalam pertempuran berdarah di Balibo yang menewaskan lima wartawan.

Kepada CNN Indonesia pada Rabu (22/10), Gatot menceritakan kembali pengalamannya menjadi mantan perwira Komando Pasukan Sandi Yudha (kini Kopassus) dalam peristiwa yang dikenal dengan nama "Balibo Five" itu.

Bisa diceritakan apa yang terjadi di Balibo tahun 1975?

Sebagai anggota Kopassus, saya ditugaskan ke daerah konflik. Kebetulan saya termasuk salah satu orang pertama yang dikirim dalam pasukan tertutup Kopassus, atau yang lebih dikenal dengan Tim Susi pada tahun 1975.

Saat itu, ada tiga tim kopassus yang dikirim ke sana, yaitu Susi, Tuti dan Umi.

Satu tim Susi hanya berisi maksimal 64 orang. Tugas kami adalah mengumpulkan informasi dan menyamar, tidak menggunakan nama asli.

Kami tidak memakai seragam Kopassus, sehingga kami dikenal dengan nama pasukan 'blue jeans'. Kami juga tidak menggunakan nama asli kami. Saya kerap dipanggil Aseng di sana. Waktu itu, saya menjabat sebagai perwira komando yang paling muda.

Tim Susi ditugaskan sebagai motivator atau sukarelawan.

Bersama pasukan UDT (Partai Persatuan Demokrat Timor Timur) UDT dan APODETI (Asosiasi Demokrasi Populer Timor Timur), kami diperintahkan untuk ikut membantu dalam pertempuran Balibo, total jumlah kami saat itu sekitar 200 orang.

Menyerbu Balibo memang inisiatif dari pihak Indonesia, untuk membantu menguatkan garis pertahanan kita.

Ketika baku tembak dengan pasukan pemberontak terjadi, masing-masing dari kami, termasuk UDT dan APODETI memiliki senjata, sehingga setiap orang bebas menembak ke mana saja ke arah garis pertahanan lawan.

Ketika kemudian kami berhasil merebut ketinggian yang menjadi batas pertahanan lawan, kami melihat di antara mayat tersebut ada orang bule.

Anda tahu mereka wartawan asing?

Kami tidak tahu ada orang asing di situ sebelumnya, apalagi wartawan.

Berita yang beredar saat ini adalah kami (Kopassus) menembaki ratusan orang, termasuk para wartawan asing. Itu tidak benar.

Pertempuran di Balibo adalah upaya bela negara.

Dan seperti yang tadi saya katakan, Kopassus bersama dengan ratusan orang dan masing-masing memegang senjata.

Lalu kenapa hanya Kopassus yang disalahkan? Semua peluru dari semua senjata mungkin saja mengenai para wartawan asing itu.

Jadi tidak ada maksud untuk membunuh para wartawan untuk menutupi apa yang dilakukan Kopassus, seperti yang diceritakan film Balibo Five?

Kami saja tidak tahu ada wartawan, apalagi berniat membunuh mereka. Tidak seperti film Balibo Five, namanya pertempuran ya tidak ada yang bisa menembak jarak dekat seperti dalam film tersebut.

Memang, setelah kami berhasil mencapai garis pertahanan lawan dan melihat jenazah asing, para tentara kami menjarah beberapa mayat tersebut, jam dan dompet.

Saya cuma dapat filmnya (kamera) salah satu wartawan. Saat itu orang-orang bilang saya bodoh, karena hanya dapat kamera.

Lalu, apa yang terekam oleh kamera tersebut? Ada foto-foto perang?

Saya tidak pernah membuka kamera yang bentuknya kotak kaleng itu. Saya tidak mau tahu juga di dalamnya ada apa. Saat ini kameranya ada di rumah saya, jadi ganjalan pintu.

Apa yang tim Anda lakukan terhadap jenazah warga asing itu?

Pimpinan menyuruh kami membakar mayat-mayat itu untuk menutupi bukti.

Apakah lazim membakar korban perang saat itu?

Ya, memang itu intruksi pimpinan kami saat itu. Dia tidak mengira sama sekali bahwa dalam lini pertahanan itu ada wartawan, apalagi wartawan asing.

Yang kami bakar saat itu kan orang yang sudah meninggal, sudah menjadi mayat. Jadi kita tidak membakar mereka hidup-hidup.

Pimpinan kami, Pak Yunus Yosfiah sampai dimarahi oleh Kolonel Dading Kalbuadi terkait wartawan asing tersebut. Mau bagaimana lagi, kami benar-benar tidak tahu ada warga asing. (Hingga saat ini, CNN Indonesia belum berhasil menghubungi Yunus Yosfiah. Namun Yunus pernah menolak dirinya terkait dengan kasus Balibo di sejumlah media. Sementara, Kolonel Dading Kalbuadi telah meninggal dunia pada tahun 1999).

Pernahkah ada wartawan asing yang mendatangi atau mencari informasi ke Kopassus di sana?

Tentu tidak, kan kami beroperasi di dalam hutan dan bergerilya ke dalam pelosok Timor Timur.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa wartawan berada di lokasi pertahanan paling depan tentara musuh. Seharusnya mereka tidak boleh ada di situ. Setahu saya, tempat wartawan berada di pinggir kota, dekat gereja.

Saat bertugas di sana, Anda sempat bertemu dengan Xanana Gusmao. Apa yang waktu itu Anda bicarakan?

Kami bertemu beberapa kali di dalam hutan. Saya selalu didampingi oleh lima orang pasukan saya.

Namanya sedang perang, saya dan Xanana saling mempengaruhi.

Saya berusaha mempengaruhi dia agar perang segera dihentikan, dia pun ingin hal yang sama. Tetapi banyak hal yang belum bisa kami sepakati saat itu.

Sebenarnya, jika ekonomi Indonesia saat itu baik, Xanana pernah berpikir untuk meminta otonomi daerah saja. Namun saat itu, tahun 1980 ekonomi Indonesia juga sedang turun, itu juga jadi salah satu alasan pengurangan pengiriman pasukan ke Timur Timor.

Mengapa Anda berani mengungkapkan kasus ini?

Semua orang sudah tahu tetang Balibo, mengapa harus ditutup-tutupi?

Cerita yang beredar sudah menjadi simpang siur dan ditambahi bumbu-bumbu. Saya ingin mengungkapkan apa adanya, sehingga tidak serta merta Kopassus disalahkan.

Kepolisian Australia menutup penyelidikan kasus ini, respon Anda?

Sebenarnya saya gembira, karena sudah tidak akan ada lagi pernyataan dan pengusutan lebih lanjut.

Apakah benar dihentikannya penyelidikan karena kurang bukti?

Mungkin juga karena kurang bukti. Karena bagaimana bisa dibuktikan peluru yang mengenai wartawan itu dari senjata siapa?

Apakah Anda pernah ditanyai oleh pemerintah Australia terkait kasus ini?

Sampai saat ini belum pernah. Saya hanya pernah ditanyai oleh jurnalis dari beberapa media Australia.

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...